Pelaku Pembunuhan di UNM Dosen Bergelar Doktor, Brorivai: Mencoreng Dunia Akademik
Nusakini.com--Makassar--Kasus pembunuhan yang baru-baru ini menghebohkan warga Makassar yang diduga dilakukan oleh seorang oknum dosen bergelar Doktor tidak mencerminkan moralitas yang baik.
Hal tersebut diungkapkan Founder BRORIVAI Center (BRC) yang juga merupakan salah satu Pendiri Universitas Pertahanan Indonesia (UNHAN), Dr. Abdul Rivai Ras.
"Boleh jadi karena kebutuhan untuk mempertahankan eksistensi diri karena beban sosial, seseorang bisa saja salah jalan. Misalnya dengan melakukan tindakan demoralisasi atau tindakan di luar dari kapasitasnya sebagai akademisi," ungkap Rivai kepada media, Sabtu 23 Maret 2019.
Contoh ini, lanjutnya, dapat dilihat dari aksi kriminal (melakukan kekerasan/membunuh), mencuri uang rakyat (korupsi) atau bahkan secara terang-terangan melakukan pungutan liar dan tak jarang melakukan pergaulan bebas.
Hal itu, kata Rivai, mengindikasikan bahwa di banyak kesempatan kondisi sejumlah masyarakat di negara kita saat ini tak lagi menjadikan moralitas sebagai pegangan hidup dalam melakukan suatu tindakan.
"Semestinya seorang sarjana atau orang yang berpendidikan tinggi sampai S3 tidak lagi dengan sesuka hati menjalankan hidup berdasarkan nafsu," tegasnya.
"Seseorang yang melakukan tindakan negatif ini meskipun bergelar pendidikan tinggi, sebenarnya sudah terjangkit penyakit demoralisasi dapat dikatakan sebagai manusia bejat yang tak lagi menghiraukan aturan moral serta norma yang berlaku dalam kehidupannya," ujar Bro Rivai, sapaan akrab Abdul Rivai Ras.
Dirinya juga berharap agar kemerosotan moral atau akhlak yang tercermin pada perilaku seseorang seharusnya tidak terjadi pada komunitas yang sudah terdidik dengan baik.
"Dan segera kita cegah aksi demoralisasi ini," himbaunya.
Menurutnya, tindakan yang dilakukan oknum dosen tersebut adalah aksi “demoralisasi” karena sudah melakukan penyelewengan terhadap aturan dan norma yang berlaku di dalam kehidupan, yang seharusnya tidak terjadi di dalam lingkungan kampus.
"Karena itu patut dipertanyakan pendidikan yang sudah diperolehnya apalagi bergelar Doktor. Hal ini harus menjadi perhatian dan catatan bagi kita karena kini motivasi sebagian besar orang berusaha untuk meraih gelar Doktor (S3) tidak berbanding lurus dengan peningkatan moralitas, sehingga mencoreng dunia akademik," kata Rivai.
Kondisi ini, kata dia, terjadi hanya untuk mengikuti mindset sebagian besar publik yang senang memandang simbol-simbol intelektual ketimbang subtansi intelektual. Pasalnya banyak orang lebih mau mendengar seorang Doktor berbicara karena dinilai pendidikannya cukup mumpuni, ketimbang seorang yang stratanya masih di bawah.
"Publik kita terbiasa dengan penilaian hitam-putih, atas-bawah, dan pandai-bodoh, atau menambah gizi gengsi gelar Doktor," terangnya.
Rivai menjelaskan, yang jadi masalah saat ini adalah “gengsi” seseorang yang bergelar Doktor cukup tinggi di mata masyarakat, sehingga menjadi salah satu jalan pintas meningkatkan status sosialnya di hadapan masyarakat. Padahal tidak sejalan dengan perilaku dan moralitas yang ia miliki.
"Data yang dirilis oleh Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi tahun 2017 menyebutkan bahwa Indonesia telah melahirkan Doktor sebanyak 31.000 orang dari total sekitar 270.000 dosen yang tersebar di 4.500 kampus negeri dan swasta. Jumlah pencapaian yang masih jauh dari standar minimal Doktor yang diharapkan yaitu sebanyak 60.000 orang," ungkap Rivai.
"Dan sampai dengan saat ini di tingkat ASEAN, Indonesia masih kalah jauh dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia, dan Thailand, belum lagi dari sisi kualitas dan sumber serta proses perolehan doktornya." sambungnya.
Seperti yang telah diberitakan, Polisi berhasil mengungkap pelaku pembunuhan pegawai UNM bernama Sitti Zulaiha.
Dari hasil penyelidikan yang dilakukan Polda Sulsel, pembunuhan tersebut diduga dilakukan oleh salah seorang oknum dosen di UNM, Dr Wahyu Jayadi.
Wahyu Jayadi diketahui merupakan dosen UNM Fakultas Ilmu Keolahragaan Prodi Pendidikan kepelatihan Olahraga dan menjabat sebagai Kepala Pusat UPT KKN UNM. (R/Rajendra)